Tips Singkat Menjadi Trainer Yang Baik

Saya senang menghadiri acara seminar dan training sejak 15 tahun yang lalu. Dan 10 tahun yang lalu saya sendiri memulai karir sebagai seorang trainer professional. Bahkan pada tahun 2011 saya mendapatkan penghargaan “Best Performance Award” di ajang Trainer’s Bootcamp and Contest, sebuah program Training of Trainers yang diselenggarakan oleh Akademi Trainer. Penghargaan diberikan langsung oleh CEO dari Kubik Leadership yaitu Bapak Jamil Azzaini. Semenjak saat itu saya sudah mengajar di berbagai institusi. Pada tahun 2013-2017 saya adalah salah satu pengajar terbaik di Danamon Corporate University.

Dulu, saya pikir yang namanya trainer hebat haruslah sesosok pengajar yang memiliki kepiawaian dalam berartikulasi, memiliki aksi panggung yang teatrikal dan mampu menyihir para peserta training hingga terpukau, terpingkal, bahkan terharu.

Namun perlahan, pola pikir saya berubah. Sejak 2018 saya merubah gaya mengajar dari trainer focus menjadi learner focus. Dari trainer yang berfokus memberikan delivery yang memukau, menjadi memfasilitasi para peserta belajar mandiri. Saya perbanyak aktivitas di dalam grup kecil, maupun grup besar. Peserta lah yang aktif. Bahkan, dari 3 hari mengajar, mungkin saya hanya berdiri dan berbicara selama 1,5 hari. Sisanya peserta yang lebih banyak aktif. Hasilnya? Luar biasa. Peserta belajar lebih banyak, dan lebih menyenangkan. Dampak bagi saya? Saya hemat tenaga. Justru saya seringkali bosan menunggu para peserta berdiskusi. Ketika saya jadi pengajar di IPC Corporate University, teknik ini saya terapkan, dan seketika saya langsung mendapat penilaian terbaik dari para peserta. Padahal saya lebih banyak duduk dan nganggur. So apa yang saya lakukan?

From Teaching to Facilitating

Perubahan yang saya lakukan adalah mengganti gaya dari mengajar menjadi memfasilitasi pembelajaran. Dari teacher focus menjadi learner focus. Pada sesi learning facilitations, trainer lebih banyak memberikan aktivitas group seperti diskusi kasus, memberikan tools, methodology, dan games yang dapat memantik kreativitas dari para peserta.

Ada beberapa benefit dari learning facilitations:

  • Peserta lebih aktif, tidak bosan dan hemat tenaga trainer
  • Karena peserta lebih aktif, materi lebih mudah dan banyak terserap.
  • Fokus pembelajaran adalah pada “what works” dan bukan teoritis semata. Sehingga hasilnya pun lebih aplikatif.

Yang lebih penting dari aktivitas grup kecil adalah, peran fasilitator dalam menggali pembelajaran. Setiap grup diminta untuk berbagi hasil diskusinya kepada grup lain. Kemudian grup lain akan menanggapi. Penting bagi fasilitator untuk menstimulasi semua peserta untuk aktif.

Dengan cara ini, maka akan ada transfer knowledge dan pengalaman dari peserta ke peserta lain. Dan menurut saya, ini lebih powerful daripada transfer dari trainer ke peserta.

Mengapa?

  1. Seringkali transfer knowledge dari trainer ke peserta merupakan pengetahuan yang teoritis. Jadi belum tentu dapat diterapkan.
  2. Kalaupun ada pengalaman yang lalu atau dari perusahaan yang lain, itu pun belum tentu dapat diterapkan di perusahaan saat ini.
  3. Pengalaman di perusahaan yang sama akan lebih aplikatif, apalagi kalau keluar dari mulut rekannya, maka akan membangun pola pikir “kalau dia bisa, saya juga bisa”.

Kesimpulan

Ketika mengadakan sesi training of trainers, sangat disarankan bagi perusahaan untuk mengambil pendekatan Learning Facilitions, karena memiliki banyak benefit seperti yang sudah disebutkan diatas. Namun perlu digaris bawahi bahwa trainer yang cocok adalah yang mampu bertanya dan mendengarkan dengan baik, tidak hanya sebagai pembicara yang mampu menyihir.

Jika perusahaan Anda membutuhkan sesi training for learning facilitators, maka dapat menghubungi konsultan kami di www.performa.co.id

0 Comments

Leave a reply

© 1993-2024 Performa Indonesia

Log in with your credentials

Forgot your details?